Demokrasi Indonesia nyata betul telah dinodai oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Fenomena yang perlu di bahas dalam kalangan akademik. Seorang gubernur dengan demokrasi yang berkembang di Indonesia ini dapat memimpin dengan hanya 30 prosen dari suara yang masuk atau mereka yang datang ke TPS. Lebih parah lagi jika kehadiran dari Daftar Pemilih hanya 60 % atau 40 % mereka yang memiliki hak pilih tidak menyuarakan aspirasi politiknya. Pulus minus gubernur kita hanya dipilih 20 % dari mereka yang memiliki hak pilih di daftar pemilih di Jawa Barat.
Kalau begitu demokrtasi kita perlu di tinjau untuk kemulian demokrasi di masa mendatang. Padahal kalau memdandingkan dengan Jakarta pada 2012 lalu. Mereka yang terpilih menjadi Gubernur harus 50 % plus 1 suara. Apa beda sebetulnya jakarta dengan jawa barat yang sama-sama sebuah propinsi.
Inilah kenyataan yang ada seseorang dengan hanya memiliki 20 % suara pemilih di jawa barat dapat menjadi gubernur. Maka bukan tidak mungkin kelemahan ini bardampak pada stabilitas pemerintahan gubernur ke depan.
Lalu apa beda jika gubernur dipilih oleh DPRD atau dikirim saja dari pemerintah pusat. Sepertinya tak jauh beda. Bahkan lebih mendekati kebenaran jika dipilih oleh DPRD.
Jika pemilihan Gubernur banyak orang lebih memandang pemilihan figur, kenapa mendaftar calon gubernur lewat partai? bukankah yang mengatakan demikian sudah melupakan mekanisme tahapan pencalonan gubernur?
Untuk itu mari kita mengkaji lebih dalam lagi tentang Undang-undang, tentang demokrasi, tentang kemuliaan demokrasi dan amanat UUD 1945. Supaya kedepan anak-anak kita tidak lagi diwarisi sistem demokrasi yang keliru.
Semoga negeri kita dikaruniai aman dan tentram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar