SULUH NEWS
SURAT KABAR ONLINE INDONESIA SAJIAN BERITA POLITIK NASIONAL/INTERNASIONAL
TEKS SULUH NEWS
Rabu, 14 Desember 2016
Jumat, 22 Juli 2016
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Lahir (Medan, 26 Julai 1922). Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan.
Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas
perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta.
Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga denganSutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish,H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung memengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Semasa
kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keakraban ini
begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang amat
jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya
meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar
biasa pedih:
Bukan
kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/
Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian..
Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada
Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki
keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Karya tulis yang diterbitkan
- Deru Campur Debu (1949)
- Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
- Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
- "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh Pamusuk Eneste,kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
- Derai-derai Cemara (1998)
- Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck
Terjemahan ke bahasa asing
Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:
- "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960)
- "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)
- Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)
- "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)
- The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)
- The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
- Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)
- The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)
Akhir hidup
Vitalitas
puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah
lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak
usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil
Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC[7] Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Kumpulan Puisi Chairil Anwar
AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
1946
buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
1946
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Jumat, 14 Agustus 2015
Surau Kampung Gelatik Antologi Khas
Telah lahir di Sastra Indonesia sebuah antologi puisi yang ditulis oleh Rg Bagus Warsono dengan 21 penyair lain dalam mengisi ibadah saum Ramadhan 1436 H yang baru lalu. Antologi yang berjudul Surau Kampung Gelatik ini akan turut mewarnai dunia sastra Indonesia yang syarat dengan berbagai antologi dari berbagai penjuru Tanah Air. Kekhasan antologi adalah karena syairnya yang mengangkat tema puasa di berbagai tempat di Indonesia dengan sudut pandang penyair Rg Bagus warsono dan 21 penyair lainnya. Buku yang diterbitkan oleh Sibukumedia Yogyakarta ini tidak untuk dijual belikan tetapi untuk dibaca siapa saja. Beberapa penyair pendukung antologi ini adalah:Rg Bagus Warsono, dkkDaftar Penyair Pendukung Antologi1. Budhi Setyawan, Bekasi.
2. Bagus Setyoko Purwo , Jakarta
3. Dian Rusdiana, Bekasi.
4. Bambang Widiatmoko, Jakarta.
5. Heru Mugiarso, Semarang.
6. Ayid Suyitno PS, Bekasi.
7. Aloeth Pathi, Margoyoso-Pati.
8. Osratus, Sorong Papua.
9. Andrian Eksa,Boyolali.
10.Syarif hidayatullah, Banjarmasin Timur.
11.Didi Kaha (Usman Didi Khamdani) , Tangerang Selatan.
12.Mahbub Junaedi, Brebes .
13.NURAINI , Solo.
14.Ali Syamsudin Arsi,Banjarbaru.
15.Hasan Bisri BFC , Bogor.
16.Riswo Mulyadi, Banyumas Jawa Tengah.
17.Eddie MNS Soemanto, kelahiran Padang
18.Aris Rahman Yusuf Mojokerto, Jawa Timur.
19.ARIF KHILA, Pati.
20.Nani Tandjung, Jakarta.21.Kurnia Fajar, Wonogiri.
Sajian syair-syair Ramadhan pada 1436 H yang sengaja ditulis sebagai bagian hidup penyair mengisi kegiatan di saat menjalankan ibadah saum Ramadhan. Puisi yang memotret kenyataan Ramadhan di Indonesia dengan penuh makna dan aneka suasana, namun juga harap.
Ingin rasanya memenuhi semua yang ada, namun tak begitu mudah menemukan inspirasi yang dapat menjadikan sebuah buku dalam satu tema tersendiri.
Buku ini pun mendapat warna penyair-penyair pendukung sebagai sorotan dari makna Ramadhan di Indonesia itu. Jadilah sebuah anologi yang dapat dinikmati pembaca di manapun. Sungguhpun demikian kami mengucapkan salam dan penghargaan bagi pembaca atas apresiasi antologi ini. Rasa syukur atas terbitnya antologi ini sebagai hikmah Ramadhan dari penyair berupa lahirnya puisi dengan judul Surau Kampung Gelatik
Rabu, 12 Agustus 2015
Sabtu, 16 Mei 2015
Antologi dengan puisi-puisi terkenal , Mas Karebet karya penyair Indonesia Rg Bagus Warsono , Potong Jari Manisku Saja, Tangkap Aku Walau di Sangkarmu
Tangkap Aku walau di Sangkarmu
Karya : Rg Bagus Warsono
Rupanya diklat belut putih berhasil menyentuh
pejabat-pejabat eselon
kemudian dikirim untuk menjadi sastrawan
agar pandai mengarang cerita
mimpi, hayal, rekacerita, sampai ngarang cerpen dan novel
humaniora dan hukum konvensional
maka kuatlah ia
sekarang
tangkap aku walau di sangkarmu
jangan pakai surat undangan
jemput paksa atau cekal luar kota
aku akan datang sendiri ke KPK
menghampiri pendekar-pendekar pembela Tanah Air
tangkap aku walau di sarangmu
maka
aku tak meminta kau menyuruhku pulang
aku tak memohon kau mengabulkan
tangkap aku walau di sangkarmu
aku tak akan terbang
silahkan tangkap aku walau di sangkarmu.
Indramayu, 8 Nofember 2013
POTONG JARI MANISKU SAJA
karya Rg. Bagus Warsono
'
Potong Jari Manisku Saja
Boleh di dua tanganku
dan sayur sup beraroma khas nusantara
kupersembahkan untuk tuan mulia
dengan pernyataan bermaterai sejuta
karna yang enamribu masih bisa ditipu
dan aku hadirkan seratus saksi biksu
karna saksi berni kalau seratusjuta
Tuan tak ada algojo muntilasi
tembak mati berarti menunggu
hukum mati berarti menunggu taubat
dikurung berari bersembunyi
banding berari menambah rezeki
boleh di dua tanganku
dengan mangkuk kuah kaldu
Potong jari manisku saja
tanpa publikasi
karena semua yakin untuk tulang sup negeri
dan ada cctv sebagai saksi tadi malam
yang tiada gambar karena petang
gelap warna meski baterai baru
yang terlihat hanya darah
menghitam menutupi semua layar
menimbulkan keyakinan hakim
tak pengaruh bila tiada jari manis
kalian bebas tanpa syarat..............................
Potong jari manisku saja katanya.
Indramayu, 23 Oktober 2013
Penulis : Rg Bagus Warsono
Editor : Yoen
Perwajahan Isi : Simages
Desain Sampul : Eha
Diterbitkan oleh :
Sibuku Media
Alamat : Ngringinan , Palbang , Bantul, Batul Yogyakarta
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Rg. Bagus Warsono, Mas Karebet;
Editor :Yoen-cetakan 1- Yogyakarta:Sibuku Media 2015
ISBN :978-602-0829-08-1
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Cetakan 1, April 2015
Penulis :Rg Bagus Warsono (lahir di Tegal, Jawa Tengah, 29 Agustus 1965; umur 49 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Menulis sejak bangku sekolah berupa puisi di Pikiran Rakyatedisi Cirebon, dan sejak tahun (1985) menulis puisi, cerita pendek, cerita anak, dan artikel di berbagai media massa di antara lain Majalah Gentra Pramuka, Bekal Pembina, Mingguan Pelajar, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Binakop, Bhinneka Karya Winaya, Suara Guru, dan Suara Daerah. Buku puisinya antara lain Bunyikan Aksara Hatimu (1992),Jangan Jadi sastrawan , Indhi Publishing (2014), Jakarta Tak Mau Pindah (Indhie publishing, Jakarta 2014), Si Bung (Leutikaprio, Yogyakarta 2014), dan Mas Karebet (Sibuku Media, Yogyakarta, 2015). Selain sebagai menyair, dia mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca.
Setamat SPG melanjutkan ke UTPGSD , kemudian ke STAI Salahudin di Jakarta, dan Mengambil Magister STIA Yappan Jakarta. Sambil menjadi Guru , dia menggeluti profesi sebagai jurnalis sejak tahun (1992), reporter Majalah Gentra Pramuka dan Hamdalah (1999), kegiatan reportasi di bawah organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesi (PWI) Cabang jawa Barat dan pengamat sinetron. Kini, Rg Bagus Warsono adalah pengasuh sanggar sastra Meronte Jarring di Indramayu yang didirikan 2011 dan coordinator Himpunan Masyarakat Gemar membaca (HMGM) sejak tahun 1992 yang berpusat di Indramayu. Sejak tahun 2014 dia adalah penggagas antologi Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia yang dikelolanya sejak 2013 untuk mendokumentasikan karya-karya penyair terkini dari seluruh Indonesi, kini telah menerbitkan jilid III yang diterbitkan oleh penerbit Sibuku Media, yogyakarta, tokoh lainnya dalam lumbung puisi adalah Sosiawan Leak, Wardjito Soeharso, Tomas Haryanto Soekiran, Hasan Bisri, BSC, Dyah Styawati, Ahmad RH zaid, dan Ali Arsy. Aktif sebagai penggagas, kurator, editor, sekaligus ikut membidani terbitnya buku Saksi Ibu Melihat Reformasi (2012). Rg Bagus Warsono tercatat kerap menyelenggarakan berbagai lomba baca/cipata puisi dan mengasuh remaja belajar sastra di sanggar Meronte Jaring.
BibliografiBunyikan Aksara Hatimu
Jangan Jadi sastrawan
Jakarta Tak Mau Pindah
Si Bung
Mas Karebet
Karya bersamaPuisi Menolak Korupsi
Memo untuk Presiden
Tifa Nusantara 1
PenghargaanPenulis Cerita Anak Depdikbud 2004
Judul : Jakarta Tak Mau Pindah No. ISBN : 978-602-281-077-3 Penyusun : Rg. Bagus Warsono Tahun terbit : April 2014 http://www.indie-publishing.com/koleksi-buku/#sthash.qoFh7Q1N.dpufhttp://www.indie-publishing.com/koleksi-buku/
Judul : Jangan Jadi Sastrawan No. ISBN : 978-602-281-069-8 Penulis : Rg. Bagus Warsono Tahun terbit : Februari 2014 http://www.indie-publishing.com/koleksi-buku/page/2/#sthash.26rM2drZ.dpufhttp://www.indie-publishing.com/http://www.
http://www.leutikaprio.com/produk/11028/kumpulan_puisi/1403974/si_bung/14025891/rg_bagus_warsono Penulis: Rg. Bagus Warsono, Kategori: Kumpulan Puisi ISBN: 978-602-225-819-3
leutikaprio.com/penulis/14025891/rg_bagus_warsono
http://gerakanpuisimenolakkorupsi.blogspot.com/2014/06/puisi-menolak-korupsi-pmk-antolog-puisi.html
Sabtu, 02 Mei 2015
Untuk kita renungkan ! Di Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2015
Untuk kita renungkan !
Di Hari Pendidikan Nasional
1. Gonta-ganti Kurikulum
2. Biaya Oprasional Sekolah (BOS) yang menghitung jumlah siswa per sekolah tetapi biaya sekolah tetap mahal
3. Sistem online pen-data-an pokok pendidikan tak seindah sistem manual
4. Rekrutment Guru tidak jelas
5. Banyak pengabdi pendidikan yang dibayar murah (guru sukarelawan) yang tidak diperhatikan
6. Kreatifitas siswa dibelenggu , percuma menciptakan ini itu
7. Dinas pendididikan di daerah hanya ribut rebutan Jabatan
8. Buku -buku siswa harus beli mahal
9. Tunjangan fungsional (sertifikasi) slalu terlambat
10. Program Mentri hanya slogan ferbalis.
Rg. Bagus Warsono
Di Hari Pendidikan Nasional
1. Gonta-ganti Kurikulum
2. Biaya Oprasional Sekolah (BOS) yang menghitung jumlah siswa per sekolah tetapi biaya sekolah tetap mahal
3. Sistem online pen-data-an pokok pendidikan tak seindah sistem manual
4. Rekrutment Guru tidak jelas
5. Banyak pengabdi pendidikan yang dibayar murah (guru sukarelawan) yang tidak diperhatikan
6. Kreatifitas siswa dibelenggu , percuma menciptakan ini itu
7. Dinas pendididikan di daerah hanya ribut rebutan Jabatan
8. Buku -buku siswa harus beli mahal
9. Tunjangan fungsional (sertifikasi) slalu terlambat
10. Program Mentri hanya slogan ferbalis.
Rg. Bagus Warsono
Langganan:
Postingan (Atom)